Kerajaan

Kerajaan adalah sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh raja atau ratu, yang mewarisi posisinya melalui kelahiran atau pernikahan. Meski tidak sebesar kekaisaran, kerajaan biasanya membawahi wilayah yang lebih kecil, seperti negara-kota atau provinsi.

Selasa, 06 Desember 2022

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno: Masa Kejayaan, Raja-raja dan Peninggalannya

KERAJAAN INDONESIA -  Kerajaan Mataram Kuno berada di daerah Medang I Bhumi Mataram, sekarang di sekitar Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Sejarah kerajaan yang berdiri sekitar abad ke-8 ini diketahui dari sejumlah prasasti.

Dikutip dari detikTravel, sejarah Kerajaan Mataram Kuno dapat diketahui dari prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Balitung, dan Prasasti Klurak. Kerajaan Mataram Kuno dikelilingi pegunungan yang di tengahnya mengalir sungai-sungai besar, seperti Sungai Bogowonto, Progo, Elo, dan Bengawan Solo. Di balik keelokan alam itu, ada gunung berapi yang sering meletus.

Erupsi gunung berapi itu menyebabkan Kerajaan Mataram Kuno pindah ke daerah Jawa Timur. Selain itu, Mpu Sendok memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno ke Jawa Timur karena serangan Kerajaan Sriwijaya yang diperintah Balaputradewa.

Selain prasasti, sumber kisah tentang Kerajaan Mataram Kuno juga berupa candi, seperti candi di Pegunungan Dieng, Candi Gedong Songo di Jawa Tengah bagian utara, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, dan Candi Sambi Sari di Jawa Tengah bagian selatan.

Dinasti Kerajaan Mataram Kuno

Dalam buku Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu karya Y Sri Pujiastuti dkk disebutkan, Kerajaan Mataram Kuno awalnya diperintah oleh Raja Sanna. Raja Sanna lalu digantikan keponakannya, Raja Sanjaya, yang memerintah dengan bijaksana.

Setelah Sanjaya, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Panangkaran dengan gelar Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran.

Setelah Panangkaran meninggal, Kerajaan Mataram Kuno terpecah menjadi dua, yaitu yang bercorak Hindu dan Budhha. Kerajaan Mataram Kuno bercorak Hindu meliputi Jawa Tengah bagian utara di bawah pemerintahan Dinasti Sanjaya. Raja-rajanya ialah Panunggalan, Warak, Garung, dan Pikatan.

Sedangkan Kerajaan Mataram yang bercorak Buddha meliputi Jawa Tengah bagian selatan di bawah pemerintahan Dinasti Syailendra. Rajanya antara lain Indra.

Kerajaan Mataram Kuno akhirnya dipersatukan kembali oleh perkawinan politik antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan Pramodhawardani dari Dinasti Syailendra.

Masa Jaya Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno mencapai masa kejayaannya pada masa kepemimpinan Raja Balitung. Raja ini banyak membangun candi dan prasasti, di antaranya ialah kompleks Candi Prambanan, Daksa, Tulodang, dan Wawa. Itulah candi-candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno.

Kerajaan Mataram Kuno juga meninggalkan sejumlah prasasti, yaitu prasasti Canggal (732 M), prasasti Kalasan (776 M), prasasti Kelurak (782 M), prasasti Karangtengah (824 M), prasasti Balitung atau Kedu (907 M), dan prasasti Sojomerto Batang.

Sejarah Kerajaan Kalingga dan Jejak Peninggalannya



KERAJAAN INDONESIA - Kerajaan Kalingga adalah kerajaan bercorak Hindu Buddha yang berada di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 Masehi. Sejarah Kerajaan Kalingga dapat diketahui dari jejak peninggalan yang ada saat ini.

Pendiri Kerajaan Kalingga adalah Dapunta Syailendra yang berasal dari Dinasti Syailendra. Kerajaan Kalingga dikenal juga dengan nama lain Kerajaan Holing, Kerajaan Heling, dan Kerajaan Keling. Nama ini sekaligus menjadi penanda Kerajaan Kalingga dekat dengan China dan India.

Kerajaan Kalingga dianggap sebagai pionir dari kerajaan-kerajaan besar yang berkuasa di tanah Jawa pada tahun-tahun berikutnya.

Berdasarkan catatan sejarah, Kalingga pernah menjadi pusat agama Buddha dengan pendeta bernama Hwining. Pusat pemerintahan Kalingga diperkirakan berada di Pekalongan dan Jepara.

Raja Kerajaan Kalingga

1. Prabu Wasumurti (594-605 M)

Pasca didirikan oleh Dapunta Syailendra pada abad ke-6 Masehi, Prabu Wasumurti ditunjuk sebagai raja pertamanya dan berkuasa sekitar 11 tahun.

2. Prabu Wasugeni (605-632 M)

Usai Prabu Wasumurti meninggal, takhta Kerajaan Kalingga diambil alih putranya yaitu Prabu Wasugeni dengan masa jabatan 27 tahun.

3. Prabu Wasudewa (632-652 M)

Meninggalnya Prabu Wasugeni membuat sang putra bernama Prabu Wasudewa naik takhta dan mengisi kedudukan raja yang kosong.

4. Prabu Kirathasingha (632-648 M)

Regenerasi raja penguasa Kalingga masih terus berlangsung sampai pada Prabu Kirathasingha yang dipercaya menjadi pemimpin.

5. Prabu Wasukawi (652 M)

Tidak banyak sejarah yang mengisahkan sosok Prabu Wasukawi. Namun, dia diketahui pernah menjabat sebagai penguasa Kalingga.

6. Prabu Kartikeyasingha (648-674 M)

Prabu Kartikeyasingha menikah dengan putri Prabu Wasugeni yaitu Dewi Wasuwari (Ratu Shima). Kartikeyasingha pun mendapat jatah berkuasa di Kalingga selama 26 tahun.

7. Ratu Shima (674-695 M)

Saat suami Ratu Shima, Prabu Kartikeyasingha wafat, kekuasaannya digantikan sang ratu yang mengembalikan keadaan membuat Kerajaan Kalingga berada di masa kejayaan.

Salah satu penguasa Kalingga yang terkenal mampu membawa kemajuan kerajaan yaitu Ratu Shima atau Dewi Wasuwari.

Pada masa kepemimpinannya, Ratu Shima dikenal sebagai sosok yang tegas, berwibawa, dan adil, sehingga rakyatnya dapat hidup dengan aman, nyaman, serta berkecukupan.

Kejayaan Kalingga ini dibuktikan dengan kemajuan di berbagai sektor seperti ekonomi, pertanian, militer, perdagangan, dan agama.

Selain itu, Kalingga juga diketahui memiliki relasi perdagangan kuat dengan China. Sektor perdagangan ini ditopang dengan keberadaan pelabuhan terbesar yang berada di Pekalongan.

Runtuhnya Kerajaan Kalingga

Setelah Ratu Shima wafat, Kalingga mulai melemah dan diketahui runtuh sekitar 752 Masehi karena serangan dari Kerajaan Sriwijaya.

Kalingga pun terbagi dua menjadi Kerajaan Keling yang diperkirakan ada di Magelang dan Kerajaan Medang atau Mataram Kuno berada di sekitar Yogyakarta. Terpecahnya Kalingga diyakini menjadi cikal-bakal kerajaan besar di Jawa.

Kerajaan Kalingga memiliki sejumlah peninggalan. Berikut peninggalan Kerajaan Kalingga:

1. Prasasti Tuk Mas

Prasasti Tuk Mas ditemukan di lereng barat Gunung Merapi yang berisi pesan mengenai hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.

2. Prasasti Sojomerto

Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Jawa Tengah dan bertuliskan silsilah keluarga Dapunta Syailendra sebagai tokoh pencetus Kerajaan Kalingga.

3. Candi Angin

Candi Angin terletak di Kecamatan Keling yang menurut sejarah pernah menjadi tempat penyembahan karena di bagian bangunan candi terdapat sebuah pusaran angin.

4. Candi Bubrah

Candi Bubrah berlokasi di Desa Tempur, Jepara yang diduga menjadi pintu utama atau gapura sebelum menuju Candi Angin karena jaraknya hanya sekitar 500 meter.

5. Situs Puncak Songolikur, Gunung Muria

Puncak Songolikur adalah puncak tertinggi Gunung Muria di Jawa Tengah, peninggalan Kerajaan Kalingga. Di sana ditemukan banyak arca dan tempat pemujaan.

Sejarah Kerajaan Tarumanegara: Silsilah Raja, Kehidupan, dan Peninggalannya



KERAJAAN INDONESIA - Persoalan banjir yang tiap tahun menggempur Jakarta rupanya sudah terjadi sejak zaman kerajaan Hindu. Lebih tepatnya pada masa Kerajaan Tarumanegara, yaitu kerajaan yang dulunya menguasai kawasan Jakarta dan Jawa Barat.

Untuk lebih mengenal seluk-beluk Kerajaan Tarumanegara, simak penjelasan berikut yang dikutip dari laman Zenius berikut ini ya.

Awal mula berdirinya Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan bercorak Hindu tertua kedua di Indonesia setelah Kutai. Ditinjau dari lokasinya, lokasi Kerajaan Tarumanegara terletak di dekat Sungai Citarum, Jawa Barat ini berdiri pada abad ke-4 M, atau lebih tepatnya di tahun 358 M.

Meskipun berdiri di Nusantara, ternyata pendiri kerajaan tersebut bukan orang Indonesia asli. Dia adalah seorang pendatang asal India bernama Rajadirajaguru Jayasingawarman.

Janyasingawarman menguasai Kerajaan Tarumanegara sejak 358 M dan lengser pada 382 M usai memutuskan untuk menjadi pertapa. Kekuasaannya lantas diberikan kepada putranya, yakni Raja Dharmayawarman.

Silsilah raja Kerajaan Tarumanegara

Tarumanegara dipimpin oleh 12 raja sejak kerajaan tersebut didirikan. Sayangnya, informasi mengenai silsilah raja-raja Tarumanegara sangat minim. 

Dari 12 raja, hanya dua di antaranya yang diketahui merupakan keturunan langsung dari raja sebelumnya. Mereka adalah Raja Dharmayawarman, putra dari Raja Jayasingawarman, dan Raja Candrawarman, putra dari Raja Indrawarman. Raja Purnawarman menjadi nama raja yang paling terkenal dari Kerjaan Tarumanegara.

Daftar 12 raja Tarumanegara

Jayasingawarman (358-382 M) 

Dharmayawarman (382-395 M) 

Purnawarman (395-434 M) 

Wisnuwarman (434-455 M) 

Indrawarman (455-515 M) 

Candrawarman (515-535 M) 

Suryawarman (535-561 M) 

Kertawarman (561-628 M) 

Sudhawarman (628-639 M) 

Hariwangsawarman (639-640 M) 

Nagajayawarman (640-666 M) 

Linggawarman (666-669 M)


Kehidupan ekonomi dan sosial Kerajaan Tarumanegara

Letaknya yang berada di dekat perairan, membuat Kerajaan Tarumanegara disematkan predikat “kerajaan maritim”. Berkat lokasinya itu pula, Tarumanegara terbilang maju dalam bidang pelayaran dan perdagangan. Meskipun demikian, prioritas kehidupan ekonomi di kerajaan tersebut adalah pertanian dan peternakan.

Sementara itu, terdapat dua golongan masyarakat dalam kehidupan sosial di Kerajaan Tarumanegara. Golongan pertama adalah golongan agama Hindu yang berisi para raja atau anggota kerajaan. Adapun golongan kedua ialah masyarakat biasa yang masih mempercayai agama nenek moyang atau agama kebudayaan.

Masa kejayaan Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarmuanegara mencapai puncak kejayaannya saat dipimpin oleh raja ketiga, yaitu Raja Purnawarman. Dia terkenal sebagai sosok raja yang berwibawa dan cerdas.

Pada masa kepemimpinannya, kondisi ekonomi Kerajaan Tarumanegara terbilang maju dengan pesat. Letaknya yang strategis dan kepiawaian Raja Purnawarman dalam memimpin, membuat kerajaan tersebut semakin unggul dalam sektor perdagangan.

Tak hanya itu, Raja Purnawarman juga berhasil mengatasi persoalan banjir di wilayah kekuasaannya, sebagaimana yang telah disinggung pada pembahasan di awal. Dia menyelesaikan masalah tersebut dengan menggali Kali Candrabaga, cikal bakal Sungai Citarum untuk mengalirkan air berlebih itu ke laut.

Kali sepanjang 11 kilometer ini dikerjakan dalam kurun waktu 21 hari. Sebagai perayaan digalinya irigasi tersebut, Raja Purnawarman mempersembahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana.  Kisah ini terkuak dari temuan peninggalan Kerajaan Tarumanegara, yaitu Prasasti Tugu.

Akhir Kerajaan Tarumanegara

Kemunduran Kerajaan Tarumanegara mulai terasa saat Raja Linggawarman berkuasa. Setelah dirinya wafat, kondisi kerajaan semakin parah.

Tahta kerajaan yang dia serahkan kepada menantunya, Tarusbawa, menandai berakhirnya masa kekuasaan Kerajaan Tarumanegara. Sebab, Tarusbawa memiliki ambisi untuk mendirikan kerajaannya sendiri yang kemudian dikenal sebagai Kerajaan Sunda.

Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Eksistensi Kerajaan Tarumanegara dapat diketahui berkat peninggalannya yang berupa prasasti. Terdapat tujuh prasasti yang ditemukan di daerah berbeda, yakni lima buah ditemukan di Bogor, satu buah ditemukan di Jakarta, dan satu prasasti lainnya ditemukan di Lebak Banten.

7 Prasasti Kerajaan Tarumanegara

  • Prasasti Ciaruteun atau Ciampea 
  • Prasasti Jambu atau Koleangkak 
  • Prasasti Kebon Kopi 
  • Prasasti Tugu 
  • Prasasti Cidanghiang atau Lebak 
  • Prasasti Muara Cianten 
  • Prasasti Pasir Awi

Itulah pembahasan mengenai seluk-beluk Kerajaan Tarumanegara.

Selasa, 29 November 2022

BERDIRINYA KERAJAAN KUTAI KARTANEGARA



KERAJAAN INDONESIA - Setelah berakhirnya masa pemerintahan Kerajaan Kutai Martadipura (Mulawarman), berdirilah Kerajaan Kutai Kartanegara. Kerajaan ini berdiri Tanjung Kue, Kalimantan Timur. Namun, saat ini letak kerajaan tersebut diketahui hanya tersisa semak belukar dan makam kuno yang dipercaya sebagai makam keramat.

Kerajaan Kutai Kartanegara disebut juga dalam hikayat raja-raja pasir dan kitab pararaton. Selain itu, cerita masyarakat tentang kerajaan ini dituangkan dalam buku Salasilah Kutai. Yaitu sebuah buku atau kitab dengan bahasa arab melayu untuk mengisahkan kehidupan raja-raja pada masa itu.

Kisah Kerajaan Kutai dimulai dari seorang kepala suku jahitan layar yang memiliki masalah karena belum dikaruniai keturunan setelah lama berumah tangga. Kemudian ia mendapat bola emas secara ajaib yang didalamnya terdapat anak laki-laki. Lantas anak itu diberi nama Aji Batara Agung Dewa Sakti.

Pada waktu yang bersamaan, kepala suku hulu dusun juga menemukan seorang anak perempuan yang berada di atas buih Sungai Mahakam. Anak perempuan ini kemudian diberi nama Putri Karang Melenu atau Putri Junjung Buih. Kedua anak tersebut, yaitu Aji Batara dan Putri Melenu setelah dewasa menikah dan melahirkan seorang keturunan.

Keturunannya ini adalah seorang anak laki-laki yang dikenal dengan nama Aji Paduka Nira. Setelah anaknya lahir, Aji Batara akhirnya memutuskan untuk melakukan perjalanan jauh ke tanah jawa, yaitu Kerajaan Majapahit. Sayangnya, karena ditinggal terlalu lama, Putri Melenu tak tahan hidup sendiri, sehingga menyeburkan dirinya ke Sungai Mahakam.

Setelah kepulangannya, Aji Batara bersedih hati mengetahui istrinya telah tiada. Akhirnya ia melakukan hal sama dengan menceburkan dirinya ke Sungai Mahakam seperti istrinya. Setelah kedua orang tuanya tiada, Aji Paduka Nira menjadi raja yang sah kedua untuk memimpin Kerajaan Kutai Kartanegara.

Aji Paduka Nira pun akhirnya menikahi seorang Putri yang bernama Putri Paduka Suri. Dari perkawinannya ini lahirlah keturunan yang berjumlah 7 orang anak. Yaitu diantaranya 5 orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan.

Diketahui bahwa istrinya tersebut merupakan keturunan Kerajaan Kutai Martadipura (Mulawarman). Ia merupakan anak dari Raja Guna Perana Tungga, keturunan dari generasi ke- 20. Setelah menikah, namanya dikenal dengan Putri Paduka Suri, sedangkan nama aslinya adalah Indra Perwati Dewi.

Salah satu tujuan dari pernikahan ini adalah untuk memperkuat kekuataan politik kerajaan. Namun, banyak yang menyimpulkan bahwa pernikahan ini hanya untuk menghindarkan perselisihan antara kedua kerajaan. Setelah masa kepemimpinannya selesai, Kerajaan Kutai Kartanegara dipimpin oleh Maharaja Sultan.

Untuk memperluas ilmu serta kekuasaannya, Maharaja Sultan pergi ke Majapahit untuk menimba pengetahuan. Setelah kepulangannya dari Majapahit, Maharja Sultan menikah dengan Aji Paduka Sari dan dikaruniai anak yang bernama Mandarsyah. Tak berlangsung lama, akhirnya kepemimpinan ayahnya ini diserahkan kepada anak tersebut, yaitu Raja Mandarsyah.

Pada usia 4 tahun, ayahnya tersebut meninggal dunia. Oleh karena itu, ia dinobatkan sebagai raja setelah beranjak dewasa sebagai pewaris tunggal yang sah. Namun, Raja Mandrasyah tidak dikaruniai keturunan selama masa kepemimpinannya. Sehingga ia harus menyerahkan kepemimpinannya kepada Tumenggung Baya-Baya, hingga akhir kepemimpinan yang terus berganti dengan penerus-penerus baru.

Senin, 21 November 2022

SEJARAH KERJAAN SRIWIJAYA


KERAJAAN Sriwijaya berasal dari Pulau Sumatra. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan bercorak Budha. Pada masanya, kerajaan maritim ini banyak memberi pengaruh di nusantara. 

Nah untuk mengetahui lebih dalam lagi berikut ini penjelasan lengkap dari berbagai sumber yang perlu kalian pahami tentang sejarah Kerajaan Sriwijaya secara lengkap. Sejarah singkat Kerajaan Sriwijaya Nama Sriwijaya diambil dari Bahasa Sansekerta, yaitu dari kata ‘Sri’ yang berarti cahaya dan ‘Wijaya’ yang artinya kemenangan. Jadi, arti namanya adalah kemenangan yang gemilang 9nagapoker.  

Sebagai negara maritim, berdirinya Kerajaan Sriwijaya kemudian memberikan pengaruh besar di nusantara. 
Kerajaan Sriwijaya diketahui berdiri pada abad ke- 7 dan pendirinya disebut Dapunta Hyang Sri Jayanasa.  
Pada masa kejayaannya, Sriwijaya mengontrol perdagangan jalur utama. 
Selat Malaka dan daerah kekuasaannya meliputi Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, dan sebagian Jawa.  Selain itu, kebesarannya juga dapat dilihat dari keberhasilan kerajaan itu di beberapa bidang, seperti bidang maritim, politik, dan ekonomi idngoal

Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber utama; catatan sejarah Tiongkok dan sejumlah prasasti batu Asia Tenggara yang telah ditemukan dan diterjemahkan. Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. 
Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. 

Masa Kerajaan Sriwijaya Raja Balaputradewa dianggap sebagai raja yang membawa Sriwijaya ke puncak kegemilangannya pada abad ke-8 dan ke-9. Namun, pada dasarnya, kerajaan ini mengalami masa kekuasaan yang gemilang sampai ke generasi Sri Marawijaya.  Hal itu disebabkan raja-raja setelah Sri Marawijaya sudah disibukkan dengan peperangan melawan Jawa pada 922 M dan 1016 M. Dilanjutkan dengan melawan Kerajaan Cola (India) pada 1017 hingga 1025 Raja Sri Sanggramawijaya berhasil ditawan.  

Pada masa kekuasaan Balaputradewa sampai dengan Sri Marawijaya, Kerajaan Sriwijaya menguasai Selat Malaka yang merupakan jalur utama perdagangan antara India dan Tiongkok.

Selain itu, seperti yang dilansir dari buku Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara karya Deni Prasetyo, mereka berhasil memperluas kekuasaan hingga Jawa Barat, Kalimantan Barat, Bangka, Belitung, Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan.  

Untuk menjaga keamanan itu, Sriwijaya membangun armada laut yang kuat. Sehingga kapal-kapal asing yang ingin berdagang di Sriwijaya merasa aman dari gangguan perompak. Hingga lambat laun, Sriwijaya berkembang menjadi negara maritim yang kuat. 

Pusat Kerajaan Sriwijaya / Letak Kerajaan Letak pasti kerajaan ini masih banyak diperdebatkan. Namun, pendapat yang cukup populer adalah yang dikemukakan oleh G Coedes pada  1918 bahwa pusat Sriwijaya ada di Palembang. Sampai dengan saat ini, Palembang masih dianggap sebagai pusat Sriwijaya. 

Beberapa ahli berkesimpulan bahwa Sriwijaya yang bercorak maritim memiliki kebiasaan untuk berpindah-pindah pusat kekuasaan. 

Sebab para ahli ada yang menyimpulkan bahwa Sriwijaya berpusat di Kedah, kemudian Muara Takus, hingga menyebut kota Jambi. Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya Keruntuhan kerajaan sriwijaya disebakan oleh beberapa faktor, antara lain 

1. Raja yang tidak dapat memimpin dengan baik Penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya yang pertama adalah karena setelah Raja Balaputradewa tidak ada raja lain yang mampu memimpin dengan baik.  Setelah wafatnya Raja Balaputradewa pada 835 M, Kerajaan Sriwijaya hampir tidak menemukan lagi sosok raja yang mampu memimpin kerajaan tersebut dengan adil dan juga bijaksana. 

Penyebab ini secara perlahan-lahan menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu kepemimpinan raja yang saat itu berkuasa, ditambah lagi adanya faktor atau kejadian lain seperti serangan dari kerajaan lain serta terjadi suatu pemberontakan menyebabkan Kerajaan Sriwijaya semakin terpuruk. 

2. Jauhnya letak Kota Palembang dari lautan Selain karena faktor internal kerajaan, faktor letak Kota Palembang yang semakin menjauh dari laut juag menjadi penyebab berikutnya.  Adanya proses pengendapan lumpur yang terjadi di Muara Sungai Musi, menyebabkan proses pendangkalan dasar sungai pada Sungai Musi semakin cepat. Sungai Musi yang dangkal menyebabkan kapal-kapal dagang yang beraktifitas tidak bisa lagi singgah untuk melakukan transaksi ataupun kegiatan perdagangan di pusat kota. 

Hal ini membuat pendapatan dari Kerajaan Sriwijaya menjadi sangat menurun. Padahal, pendapatan dari pajak pedagang yang bertransaksi di pusat kota merupakan sumber pendapatan paling besar bagi kerajaan Sriwijaya, dengan dana tersebut digunakan untuk menjalankan roda pemerintahan pada saat itu. 

3. Kurangnya aktivitas perdagangan Penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya selanjutnya adalah karena kurangnya aktivitas kapal dagang yang singgah sehingga membuat perekonomian kerajaan kian menurun dan membuat kesejahteraan masyarakat juga kian terpuruk yang mempengaruhi hampir semua sektor kerajaan. 

Hal ini disebabkan oleh semakin jauhnya Kota Palembang dari posisi laut yang menyebabkan daerah tersebut menjadi tidak strategis lagi. 

Hal tersebut membuat kapal-kapal dagang lebih tertarik untuk singgah di tempat yang lain. Hal ini sangat berdampak bagi runtuhnya kerajaan Sriwijaya, dimana karena adanya faktor ini kegiatan perdagangan berkurang serta pendapatan kerajaan dari hasil pajak menjadi turun ataupun berkurang. 

4. Sektor militer melemah Penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yang berikutnya adalah karena melemahnya kekuatan kerajaan Sriwijaya di sektor militer. Lemahnya sektor militer ini diakibatkan karena adanya konflik faktor internal dalam kerajaan Sriwijaya. 

Melemahnya kekuatan militer ini membuat banyak wilayah yang telah ditaklukan, satu persatu melepaskan diri. 

Melemahnya militer kerajaan juga membuat kerajaan lain berani untuk menyerang Kerajaan Sriwijaya hingga membuat mereka semakin melemah. 

5. Banyak wilayah kekuasaan melepaskan diri Banyaknya wilayah kekuasaan yang melepaskan diri menjadi penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya yang selanjutnya.  

Selain karena melemahnya militer, faktor lainnya adalah banyaknya wilayah kekuasaan dari kerajaan sriwijaya yang melepaskan diri akibat dari lemahnya perekonomian yang disebabkan oleh menipisnya pendapatan dari pajak serta kurang baiknya pemimpin dari kerajaan Sriwijaya. 

Selain itu, kekuatan militer serta kontrol dari kerajaan sangatlah lemah sehingga wilayah-wilayah yang pada asalnya merupakan taklukan Kerajaan Sriwijaya bergerak dan menjadi kerajaan sendiri.  Salah satu kerajaan dari salah satu wilayah Kerajaan Sriwijaya yang melepaskan diri yaitu Jambi, Klantan, Pahang, serta Sunda. 

Hal itu membuat keadaan ekonomi kerajaan Sriwijaya menjadi semakin parah, dimana biasanya kerajaan-kerajaan tersebut memberikan setoran pajak, setelah melepaskan diri setoran pajak tersebut tidak didapatkan lagi oleh Kerajaan Sriwijaya. 

6. Pesatnya perkembangan agama Islam Penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yang selanjutnya adalah karena pesatnya perkembangan agama Islam. 

Pesatnya perkembangan agama Islam terjadi di abad 12 M. Saat itu pengaruh islam semakin lama semakin berkembang di nusantara. Pada abad 12 M tersebut juga terdapat kerajaan bercorak islam seperti Kerajaan Aceh, Samudra Pasai, dan Malaka. 

Kerajaan-kerajaan tersebut sudah mulai menguasai sebagian wilayah dari kerajaan Sriwijaya. Hal inilah yang semakin membuat kerajaan Sriwijaya semakin tak berdaya hingga akhirnya runtuh. 

7. Adanya serangan dari kerajaan lain Penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah karena adanya serangan serangan dari kerajaan lain yang berada di sekitar kerajaan sriwijaya itu sendiri.  Salah satu kerajaan yang menyerang kerajaan sriwijaya terjadi pada tahun 992 M yaitu dari kerajaan Medang dan banyak lagi serangan lainnya. 

Puncaknya adalah pada 1377 M, yaitu saat adanya serangan dan pendudukan yang dilakukan oleh Kerajaan Majapahit atas seluruh wilayah Kerajaan Sriwijaya, dimana serangan yang saat itu dipimpin oleh Adityawarman dilakukan atas perintah dari Gadjah Mada dalam upaya untuk mewujudkan kesatuan dari nusantara. 

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya / Prasasti Di balik keruntuhan tersebut, kerajaan Sriwijaya memiliki peninggalan kerajaan. Terdapat sejumlah peninggalan kerajaan Sriwijaya yang belum diketahui oleh orang banyak.  

Dirangkum dari laman Gramedia, berikut 10 peninggalan Kerajaan Sriwijaya mulai dari prasasti hingga candi 

1. Prasasti Kedukan Bukit  Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang pertama ini yaitu Prasasti Kedukan Bukit. Prasasti tersebut ditemukan di tepi sungai Batang, Kedukan Bukit, Kota Palembang.   Pada prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya itu terdapat angka tahun yakni 686 masehi yang ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.  Di dalam prasasti Kedukan Bukit berisi ungkapan mengenai Dapunta Hyang yang menaiki perahu dan mengisahkan mengenai kemenangan Sriwijaya.  

2. Prasasti Kota Kapur  Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang kedua ini yaitu prasasti Kota Kapur. Prasasti itu ditemukan di Pulau Bangka sebelah Barat yang isinya mengenai kutukan untuk orang yang berani melanggar perintah dari Raja Sriwijaya. 

3. Prasasti Telaga Batu  Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang ketiga ini yaitu prasasti Telaga Batu. Prasasti tersebut ditemukan di Kolam Telaga Biru, Kecamatan Ilir Timur, Kota Palembang.  Di dalam prasasti Telaga Batu berisi tentang kutukan untuk orang-orang jahat yang berada di wilayah kerajaan Sriwijaya.  

4. Prasasti Karang Berahi  Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang keempat ini yaitu prasasti Karang Berahi. Prasasti tersebut ditemukan di Desa Karang Berahi, Merangin, Jambi. Didalam  prasasti Karang Berahi isinya mengenai kutukan untuk orang-orang jahat yang tidak setia terhadap Raja Sriwijaya.  

5. Prasasti Palas Pasemah  Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang kelima ini yaitu prasasti Palas Pasemah. Prasasti tersebut ditemukan di pinggir rawa Desa Palas Pasemah, Lampung Selatan.  Di dalam prasasti Palas Pasemah berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno yang isinya mengenai kutukan untuk orang-orang jahat yang tidak setia terhadap Raja Sriwijaya. 

6. Prasasti Talang Tuo  Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang selanjutnya ini yaitu prasasti Talang Tuo. Di dalam prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya tersebut berisi mengenai doa Buddha Mahayana dan kisahnya mengenai pembangunan taman dari Sri Jayanasa. 

7. Prasasti Hujung Langit  Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang berikutnya ini yaitu prasasti Hujung Langit. Prasasti tersebut ditemukan di Desa Haur Kuning, Lampung. Di dalam prasasti Hujung Langit terdapat sebuah angka tahun yakni 997 masehi. 

8. Prasasti Ligor  Selain prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang telah disebutkan di atas terdapat juga peninggalan kerajaan sriwijaya lainnya yaitu prasasti Ligor.  Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya tersebut ditemukan di wilayah Thailand sebelah Selatan oleh seorang bernama Nakhon Si Thammarat.  Di dalam prasasti Ligor berisi mengenai kisah seorang Raja Sriwijaya yang membangun Tisamaya Caitya untuk Karaja. 

9. Prasasti Leiden  Tidak hanya prasasti Ligor, Talang Tuo, Hujung Langit, Palas Pasemah, Karang Berahi, Kota Kapur, Telaga Batu, dan Kedukan Bukit saja, terdapat juga peninggalan Kerajaan Sriwijaya lainnya yaitu prasasti Leiden.   Di dalam prasasti ini tertulis bahasa Sanskerta pada lempengan tembaganya. Serta tertulis bahasa Tamil dalam prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya tersebut yang mengisahkan mengenai hubungan dinasti Cola terhadap dinasti Syailendra dari Sriwijaya. 

10. Candi Muara Takus  Peninggalan Kerajaan Sriwijaya tidak hanya memiliki peninggalan berupa prasastinya yang cukup banyak tetapi juga memiliki candi. Terdapat peninggalan Kerajaan Sriwijaya berupa candi yang bernama Muara Takus.   Candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya ini ditemukan di Desa Muara Takus, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Candi Muara Takus mempunyai corak Budha yang khas dengan beberapa susunan stupa.  Di dalam halaman candi ini pun terdapat candi dengan nama Candi Bungsu, Candi Sulung, Stupa Palangka, dan Stupa Mahligai betcepat.

SEJARAH SINGKAT KERJAAN MAJAPAHIT



KERAJAAN Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Budha terakhir di Nusantara antara abad ke-13 dan ke-16. Dalam sejarah, Majapahit dianggap sebagai salah satu kerajaan terbesar, dan wilayahnya mencakup hampir  seluruh nusantara. Kerajaan Majapahit didirikan pada tahun 1293  oleh Raden Wijaya, menantu Kertanegara, raja terakhir Kerajaan Singasari.

Puncak kesuksesan kerajaan itu pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, yang memerintah dari tahun 1350 hingga 1389. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit berhasil menaklukkan Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi,  Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan beberapa pulau Filipina. 

Kerajaan juga memiliki hubungan dengan Kampa, Kamboja, Siam, Burma selatan, Vietnam dan Cina. Sumber sejarah kerajaan Majapahit dapat ditemukan dalam kitab Negarakertagama, Pararaton, kitab Kidung, prasasti dan berita Cina. 

Sejarah Singkat Kerajaan Majapahit Konon awal mula Kerajaan Majapahit berdiri  setelah runtuhnya Kerajaan Singasari akibat Pemberontakan Jayakatwang pada tahun 1292 M. Cucu Kartanegara (raja Singosari dikalahkan Jayakatwang) yang berada di bawah tekanan, yaitu Raden Wijaya kemudian melarikan diri. Selama pelariannya, ia menerima bantuan dari  Arya Wiraja 9nagapoker

Raden Wijaya kemudian membuat desa kecil di hutan Trowulan dan diberi nama desa  Majapahit. Nama ini diambil dari nama buah Maja yang tumbuh  di hutan  namun memiliki rasa  pahit, terkait dengan Historia. Seiring berjalannya waktu, desa itu berkembang dan Wijaya diam-diam dikuatkan dengan merebut hati  penduduk  dari Tumapel dan Daha. 

Niat balas dendam Raden Wijaya terbantu lebih cepat ketika pasukan Khubilai Khan tiba pada tahun 1293. Setelah  mengalahkan Jayakatwang, Raden Wijaya menyerang pasukan Khubilai Khan karena tidak mau tunduk pada kekuasaan kaisar Mongol. Penobatannya sebagai raja pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 atau pada tanggal 10 November 1293 merupakan cikal bakal lahirnya kerajaan Majapahit. Sebagai raja, Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jayawardhana idngoal

Nama Raden Wijaya telah disematkan untuk menghormati pamannya,  pendiri Kerajaan Singasari, serta untuk menghormati  leluhurnya di Singasari. Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit Meskipun sering memberontak pada tahap awal, kerajaan Majapahit tumbuh menjadi kerajaan terbesar di Nusantara. Masa kejayaan kerajaan datang ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk (1350-1389 M). Kejayaan Majapahit tak luput dari peran Gajah Mada, sang mahapatih yang berhasil menumpas segala pemberontakan dan bersumpah untuk menyatukan  nusantara. 

Selama 39 tahun berkuasa, Hayam Wuruk dan Gajah Mada telah berhasil membuat panji Majapahit terlihat di seluruh nusantara bahkan semenanjung Malaka. Sumpah Palapa yang dikeluarkan oleh Gajah Mada dilaksanakan, dengan wilayah Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung Malaysia, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, serta Tumasik (Singapura) dan sebagian Kepulauan Filipina. Selain itu, kerajaan juga menjalin hubungan dengan Campa (Thailand), Kamboja, Siam, Burma selatan, Vietnam dan Cina. 

Majapahit juga memiliki armada  laut yang tangguh di bawah pimpinan Mpu Nala. Berkat kekuatan  dan strategi militernya, Majapahit mampu menciptakan stabilitas di wilayahnya. 

Dari segi ekonomi, Majapahit telah menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara dengan  ekspor  lada, garam, dan lengkeng. Raja-raja Kerajaan Majapahit 

• Raden Wijaya (1293-1309 M) 

• Sri Jayanagara (1309-1328 M) 

• Tribhuwana Tunggadewi (1328-1350 M) 

• Hayam Wuruk (1350-1389 M) 

• Wikramawardhana (1389-1429 M) 

• Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447 M) 

• Prabu Brawijaya I (1447-1451 M) 

• Prabu Brawijaya II (1451-1453 M) 

• Prabu Brawijaya III (1456-1466 M) 

• Prabu Brawijaya IV (1466-1468 M) 

• Prabu Brawijaya V (1468 -1478 M) • Prabu Brawijaya VI (1478-1489 M) 

• Prabu Brawijaya VII (1489-1527 M) 

Pusat Kerajaan Majapahit Sebagai kerajaan besar saat ini, Majapahit tercatat telah tiga kali pindah pusat pemerintahan. 

Tiga pusat pemerintahan tetap berada di wilayah Jawa Timur. 

• Mojokerto Pusat pemerintahan atau ibu kota  kerajaan Majapahit yang pertama terletak di kota Mojokerto. Saat itu ibu kota diperintah oleh raja pertama, diyakini Kertarajasa Jayawardhana atau Raden Wijaya. Lokasi pusat pemerintahan tersebut konon berada di tepi Sungai Brantas. 

• Trowulan Pusat pemerintahan kemudian berpindah mengikuti masa kepimimpinan Sri Jayanegara, raja kedua kerajaan Majapahit. Jayanegara memindahkan pusat pemerintahan ke Trowulan. Pada masa kini, kota tersebut berjarak 12 km dari Mojokerto. Pusat pemerintahan di Trowulan berjalan cukup lama. 

• Daha Daha atau disebut Kediri saat ini merupakan kota ketiga dari pusat pemerintahan kerajaan Majapahit. Kepindahan pusat pemerintahan Majapahit ke Daha berkaitan erat dengan masalah internal di kerajaan dan ancaman dari kerajaan Islam, kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Keruntuhan Kerajaan Majapahit Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran setelah wafatnya Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Sejak saat itu, para penerusnya tidak ada yang cakap dalam mengelola luasnya kekuasaan Majapahit. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mendorong runtuhnya Kerajaan Majapahit, di antaranya: 

• Banyak wilayah taklukkan yang melepaskan diri 

• Terdapat konflik perebutan takhta 

• Meletusnya Perang Paregreg 

• Semakin berkembangnya pengaruh Islam di Jawa Kekuasaan Kerajaan Majapahit benar-benar berakhir pada 1527, setelah ditaklukkan oleh pasukan Sultan Trenggana dari Kesultanan Demak. Sejak saat itu, wilayahnya yang tersisa diambil alih oleh Kesultanan Demak. 

Peninggalan Kerjaan Majapahit Meski telah runtuh beberapa abad lalu, hingga kini masyarakat modern tetap dapat menyaksikan sisa-sisa peninggalan kerajaan Majapahit. Saksi bisu kejayaan Majapahit muncul dalam berbagai rupa seperti situs, candi, kitab, dan arsitektur. Situs Trowulan : Sebagai salah satu pusat pemerintahan, kerajaan Majapahit banyak meninggalkan warisannya seperti prasasti Wurare, Kudadu, Sukamerta, Balawi, Prapancasapura, Parung, Canggu, Biluluk, Karang Bogem, Katiden. Candi : Candi Tikus, Candi Bajang Ratu, Candi Wringin Lawang, Candi Brahu, Candi Pari, Candi Penataran, Candi Jabung, Candi Sukuh, Candi Cetho, Candi Wringin Branjang, Candi Surawana Candi Minak Jinggo, Candi Rimbi, Candi Kedaton, dan Candi Sumberjati. Prasasti : Prasasti Kudadu, Prasasti Sukamerta, Prasasti Prapancasapura, Prasasti Wringin Pitu, Prasasti Wurare, Prasasti Balawi, Prasasti Parung, Prasasti Biluluk, Prasasti Karang Bogem, Prasasti Katiden, dan Prasasti Canggu Prasasti Jiwu. betcepat(OL-13)


ASAL USUL KERAJAAN SINGASARI


Berdasarkan keterangan dalam Prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari adalah Kerajaan Tumapel. Nama Tumapel juga muncul dalam berita Tiongkok dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan. Kakawin Nagarakretagama memperjelas jika ibu kota Tumapel bernama Kutaraja ketika pertama kali didirikan tahun 1222 9nagapoker.

Pararaton menyebut Tumapel awalnya hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan Panjalu atau Kerajaan Kadiri. Adapun yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Dia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri, yaitu Ken Angrok, yang kemudian mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi.

Ken Angrok lantas menikahi janda Tunggul Ametung yang saat itu sedang mengandung, yaitu Ken Dedes. Anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung ini nantinya diberi nama Anusapati. Selain beristrikan Ken Dedes, Ken Angrok mempunyai satu istri lagi bernama Ken Umang yang kelak melahirkan anak laki-laki bernama Tohjaya.

Ketika berkuasa, Ken Angrok berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri. Pada 1221, terjadi perseteruan antara Kertajaya, raja Kerajaan Kadiri, dengan kaum brahmana. Para brahmana lantas menggabungkan diri dengan Ken Angrok. Perang melawan Kadiri lantas meletus di Desa Genter pada 1222 yang dimenangkan oleh pihak Tumapel idngoal.

Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Tumapel, tetapi tidak menyebutkan adanya nama Ken Angrok. Dalam naskah itu, pendiri Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan Kertajaya, raja Kadiri.

Pada 1253, Wisnuwardhana kemudian mengangkat putranya yang bernama Kertanagara sebagai yuwaraja (putra mahkota) dan mengganti nama ibu kota kerajaan menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Inilah yang membuat Tumapel juga dikenal dengan nama Kerajaan Singhasari.

Penemuan Prasasti Mula Malurung di sisi lain memberikan pandangan yang berbeda dengan versi Pararaton, yang selama ini dikenal mengenai sejarah Tumapel. Prasasti yang dikeluarkan Kertanagara tahun 1255 atas perintah Wisnuwardhana itu menyebutkan jika Tumapel didirikan oleh Rajasa yang dijuluki “Batara Syiwa”, setelah menaklukkan Kerajaan Kadiri.

Nama ini kemungkinan adalah gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri Tumapel itu dipuja sebagai Syiwa. Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa Ken Angrok lebih dulu menggunakan julukan Batara Syiwa sebelum maju dalam perang melawan Kadiri.

Prasasti itu juga menyatakan jika kerajaan kemudian terpecah menjadi dua sepeninggal Ken Angrok, yaitu Tumapel yang dipimpin oleh Anusapati dan Kadiri yang dipimpin oleh Mahesa Wong Ateleng alias Batara Parameswara. Parameswara digantikan oleh Guningbhaya, kemudian Tohjaya. Sementara itu, Anusapati digantikan oleh Seminingrat yang bergelar Wisnuwardhana. Prasasti itu juga menyebutkan bahwa Tumapel dan Kadiri dipersatukan kembali oleh Seminingrat. Kadiri kemudian menjadi kerajaan bawahan yang dipimpin oleh putranya, yaitu Kertanagara.

Lebih lanjut, prasasti ini menyatakan Tohjaya sebagai raja Kadiri, bukan raja Tumapel. Hal ini memperkuat kebenaran berita dalam Nagarakretagama yang tidak menyebut Tohjaya sebagai raja di Singhasari. Selain itu, pemberitaan dalam Nagarakretagama yang menyebut Kertanagara naik takhta tahun 1254 juga dapat diperdebatkan. Kemungkinannya adalah Kertanagara menjadi raja muda di Kadiri terlebih dahulu, kemudian barulah pada 1268 dia bertakhta di Singhasari betcepat.